Asa Samudi Dobrak Oligarki

Oleh : A Adib Hambali (*

DALAM sistem demokrasi seperti di Indonesia, partai politik merupakan elemen penting, karena
memiliki peran strategis sekaligus vital, yakni menjadi pihak yang diberikan kepercayaan politik oleh rakyat melalui mekanisme keterwakilan di legislatif maupun eksekutif.

Dalam alur linier, partai politik tepat berada di tengah antara warga negara sebagai konstituen dengan negara sebagai pelaksana tertinggi pemerintahan.

Namun dalam kenyataan, praktik ideal partai politik tersebut lebih sering tidak terlaksana. Secara internal, partai politik bahkan kerap kali gagal mempraktikkan mekanisme demokrasi dan terjebak dalam praktik oligarki.

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.

Gambaran itu pun bisa dicermati menjelang Pilkada Bojonegoro yang akan dilaksanakan pada 2024. Meski semakin dekat waktu pesta demokrasi ini, namun belum ada geliat munculnya kandidat calon bupati dan wakil bupati yang bakal bersaing.

Kecuali calon petahana (incumbent) Anna Mu’awanah, yang sejak awal menyatakan keinginan untuk menjabat dua periode. Keinginan itu justru disampaikan pada pembubaran tim sukses di Islami Center. Namun saat ini belum ada deklarasi dari partai yang dipimpin Anna secara resmi.

Posisi Anna memang semakin kuat setelah ia memimpin PKB di Bojonegoro, partai yang mengusung dirinya pada Pilkada 2018, bersama Budi Irawanto (Wawan) dari PDI Perjuangan.

Diprediksi, suasana menjelang Pilkada ini bisa saja terus berlaku karena politisi dan pimpinan parpol di Bojonegoro sama sama menunggu agar dipinang oleh Anna untuk mendampingi sebagai Wakil Bupati (Wabup).

Maklum, PKB memiliki 10 kursi di DPRD Bojonegoro, sehingga diperkirakan bisa melenggang untuk mendapat tiket mangajukan calon bupati sendiri. Wajar jika semua parpol disebut sebut sama sama menunggu ingin digandeng untuk berkoalisi.

Terkesan Anna belum mendapat rival yang kuat. Apalagi diprediksi DPC PPP Bojonegoro, yang dipimpin H Soenaryo Abuma’in (Mbah Naryo) akan lebih dekat ke Anna untuk berkoalisi. Berbeda dengan PPP di Pilkada sebelumnya yang mengusung rival Anna.

Salah seorang politisi Partai NasDem mengaku pimpinan partai besutan Surya Paloh ini juga menunggu digandeng PKB. Untuk maju sendiri, Ketua DPC NasDem, Soehadi Moelyono juga diprediksi sulit, kecuali mendapat dukungan Ketua Umum Surya Paloh secara penuh.

Apakah akan kembali berkoalisi dengan PDI Perjuangan? Peluang itu tetap terbuka meski akhir akhir ini sering terjadi polemik Anna dengan Wabup Wawan. Namun dengan institusi partai tidak terjadi kerenggangan. Hanya yang digandeng berbeda, bukan Wawan lagi kemungkinannya.

Dinamika politik semakin bergulir dan semua kemungkinan masih tetap terbuka. Apalagi ada rumus politik, ” Tidak ada kawan dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan.”

Calon Independen

Di tengah kuatnya dominasi parpol, muncul nama Samudi yang bakal maju di Pilkada 2024 melalui jalur independen. Dia pun mengaku sudah mengantongi dukungan dengan mengumpulkan sekitar 15 ribu kartu tanda penduduk (KTP).

Kepala Desa Kepoh Kidul, Kecamatan Kedungadem itu mengaku telah menggalang dukungan dari teman teman kepala desa. Dia pun mengklaim sudah ada sejumlah kades yang memberi dukungan.
.
Dukungan kepala desa dianggap penting agar bisa menjadi pintu masuk mengumpulkan KTP sebanyak banyaknya. Dukungan kepala desa ini bisa menjadi pintu masuk mencari dukungan ke warga.

Terlalu dini untuk memprediksi apakah Kita Samudi mampu mengalahkan incumbent Anna. Setidaknya untuk sementara bisa mendobrak dominasi partai dari kebiasaan “dagang sapi” dalam koalisi.

Banyak faktor yang menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi Samudi jika dia serius maju di Pilkada 2024 melalui jalur independen. Dari sisi popularitas, dia harus mengejar nama besar Bupati Bojonegoro, yang setiap saat belusukan ke desa desa.

Selain itu, sudah menjadi rahasia umum, soal dana ada kemungkinan menjadi faktor penentu dalam meningkatkan popularitas, menuju elektabilitas yang tinggi dan bisa terpilih oleh rakyat.

Dia bisa memanfaatkan rakyat yang tidak mau terkungkung oleh dominasi partai politik, dan suara suara sumbang karana dikecewakan oleh parpol yang disebut sebut sering ingkar janji.

Samudi memilih jalur independen karena dia mengetahui ruwetnya melalui jalur parpol. Belum lagi soal tradisi “mahar” jika melalui parpol. Tidak ada lagi “makan siang gratis.”
Begitu juga setelah terpilih nanti dia akan terbelenggu oleh kepentingan kepentingan parpol pendukung.

Dari sisi popularitas, dana dan pengaruh dan politis, Samudi jauh tertinggal. Namun bukan mustahil jika Alloh SWT menghendaki. Ikhtiar, berusaha dan tawakal. Itulah kuncinya.(*).

Redaktur senior Detakpiscom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *