Butuh Solusi, Bukan Emosi

 

Oleh; AAdib Hambali

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) pernah berbicara tentang pemimpin yang tegas, tapi tidak perlu dengan emosi alias marah-marah.

Jokowi menyebut komunikasi seorang pemimpin kepada rakyat tidak akan tercapai jika disampaikan dengan marah-marah. Demikian Jokowi di Hotel Discovery Ancol, Jakarta Utara, Rabu (7/11/2018).

Pesan Presden Jokowi perlu direnungkan kembali menyuyusul  polemik antara
warga Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro saat diundang ke Pemkab untuk membahas persoalan tanah milik warga terdampak proyek bendungan Karangnongko

Sejumlah warga yang mewakili sekitar 190 kepala keluarga (KK) ingin mencari solusi dengan menyampaikan keinginan mereka yang terdampak pembangunan bendungan Karangnongko .

Persoalan yang mereka hadapi adalah masa depan setelah tanahnya dibebaskan untuk proyek tersebut. Bukan menolak Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk menyejahterakan ribuan warga di sekitar bendungan.

Warga hanya berihtiar agar memiliki tempat tinggal kembali bersama komunitas yang sudah terbangun puluhan tahun, beranak-pinak di desa tersebut.
Pengalaman di daerah lain menyadarkan mereka, jangan sampai menjadi milyader sesaat, setelah uang habis mereka tidak memiliki tempat tinggal.

Adalah hal wajar jika ingin mengetahui soal kepastian berapa ganti untung yang mereka terima, dan mereka bisa direlokasi di tanah milik Perhutani yang dikehendaki. Keinginan yang sangat logis, siapa pun akan meminta hal yang sama jika mengalami permasalahan seperti itu.

Alih alih mendapat solusi, mereka malah menerima sikap tidak menyenangkan dan kemarahan dari Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah.

Mereka kecewa karena tidak memberi jawaban pasti atas ganti laha. Belasan warga pun mengembalikan ratusan patok yang ditaruh di desanya ke kantor Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) di Jalan Basuki Rahmat, Bojonegoro dan halaman Gedung DPRD Bojonegoro di Jalan Veteran, Kamis (18/5/2023).

Widodo, warga Dusun Djero, Ngelo mengatakan, dia tidak tahu patok itu dari mana asalnya, namun sudah berada di desanya. Belum ada kepastian, tanah akan diukur. “Malah Bupati menyampaikan kalau ini dihalang-halangi maka bisa gak jadi Bendungan Karangnongko ini,” ungkap Setiyani, warga yang lain.

Jika Bendungan Karangnongko tidak jadi dibangun, masyarakat malah senang, karena sudah nyaman hidup di sana meskipun di pelosok dengan fasilitas jalan rusak tidak pernah dibangun. Namun tidak pernah kekurangan pangan dan kelaparan.

Pernyataan warga Ngelo dikuatkan oleh Wakil ketua DPRD Bojonegoro, Sukur Priyanto. Sikap Bupat, kepada warga Desa Ngelo saat mereka diundan untuk membahas persoalan tanah milik warga terdampak proyek bendungan itu disayangkan.. Apalagi warga hanya meminta kejelasan nasib mereka dengan ada proyek Bendungan Karangnongkom

Dengan sikap tersebut menjadikan progres pembebasan tanah untuk proyek bendungan Karangnongko kembali ke titik nol. Padahal telah dilakukan sosialisasi dua kali, tetapi belum ada kejelasan bagaimana soal pembebasan tanah milik warga desa.

Pembebasan tanah untuk proyek bendungan dianggarkan sejak tahun 2022 sebesar Rp 500 milyar. Namun tidak terserap maka pada 2023, dikurangi menjadi sekitar Rp. 350 milyar.

Poyeek pembangunan bendungan Karangnongko merupakam proyek strategis nasional kementerian PUPR. Untuk penyediaan tanah dibiayai anggaran daerah, sedangkan pembiayaan fisik proyek bendungan anggaran disediakan Kementerian PUPR.

Sukur Priyanto berharap, persoalan yang mengganjal antara warga desa Ngelo dan Bupati Bojonegoro bisa segera diselesaikan agar tidak ada hambatan realisasi pembangunan proyek bendungan Karanongko.

Soal relokasi ke tanah milik Perhutani terdekat disebut tidak berhasil. Bukan berarti jalan untuk merelokasi ke tempat lain buntu. Bisa saja dengan ganti untung itu mereka bisa direlokasi ke tempat lain, yang terpenting bersama sama.

Dengan dana yang dianggarkan dari ABPD sebesar itu, bisa dibicarakan dengan pengembang. Bisa jadi mereka dibuatkan perumahan dengan cara pembayaran diambil dari ganti untung tanah untuk proyek itu. Itu jika pihak Bupati keberatan warga Ngelo minta ganti untung dan ganti tanah. Namun tidak menutup kemungkinan dicarikan solusi dibikinkan perumahan dengan pembayaran dari uang ganti untung yang mereka terima

Di sini diperlukan keterbukaan sebenarnya berapa ganti untung yang diberikan kepa warga Ngelo. Ini perlu untuk memberi gambaran jumlah yang mereka terima. Apakah dari uang itu mereka mampu membeli tempat tinggal baru dengan menggunakan jasa pengembang atau swakelola

Itu salah satu contoh saja mencari solusi. Bukan dengan emosi yang menjadi sebab gagalnya proyek itu. Sesuai pernyataan Presiden Jokowi, bukan warga yang menyebabkan gagal, tapi pemimpin yang suka marah marah yang tidak mampu memberi solusi.,(*)

*) Redaktur senior detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *