Dahulukan Hak Hidup atau Konstitusi

Oleh:  A Adib Hambali (*)

INDONESIA tengah menghadapi agenda politik, yaitu Pilkada serentak di 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Puncaknya, direncanakan akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Krusialnya, pesta demokrasi di daerah itu bakal digelar di tengah upaya menanggulangi dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Adalah Ketua Umum PBNU Hal Said Aqil Sirodj mencermati perkembangan penanggulangan pandemi Covid-19. Nahdlatul Ulama melihat segala ikhtiar, doa dan tawakal telah dilakukan untuk menanggulangi dan memutus rantai penyebaran Covid-19 yang semakin meluas.

Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya.

Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa melindungi kelangsungan hidup (hifdz al-nafs) dengan protokol kesehatan sama pentingnya dengan menjaga kelangsungan ekonomi (hifdz al-mâl) masyarakat.

Namun karena penularan Covid-19 telah mencapai tingkat darurat, maka prioritas utama kebijakan negara dan pemerintah selayaknya diorientasikan untuk mengentaskan krisis kesehatan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) pun diminta untuk menunda pelaksanaan tahapan Pilkada serentak tahun 2020, hingga tahap darurat kesehatan terlewati

Pelaksanaan Pilkada, sungguh pun dengan protokol kesehatan yang diperketat, sulit terhindar dari konsentrasi orang dalam jumlah banyak dalam seluruh tahapannya.
(Detakpos.com (20/9/2020)

Selain itu, Nahadlatul Ulama mengingatkan kembali Rekomendasi Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 2012 di Kempek, Cirebon, perihal perlunya meninjau ulang pelaksanaan Pilkada yang banyak menimbulkan madharat berupa politik uang dan politik biaya tinggi.

Sebagaimana lazimnya perhelatan politik, momentum pesta demokrasi selalu identik dengan mobilisasi massa.
Kendati pun ada pengetatan regulasi terkait pengerahan massa, telah terbukti dalam pendaftaran pasangan calon terjadi konsentrasi massa yang rawan menjadi klaster penularan.

Fakta bahwa sejumlah penyelenggara pemilu, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta para calon kontestan Pilkada di sejumlah daerah positif terjangkit Covid-19.

Penundaan Pilkada serentak 2020 yang disuarakan sejumlah pihak disebut masih memerlukan payung hukum agar bisa terlaksana.

Pasalnya, sejauh ini payung hukum yang berlaku baru mengatur pelaksanaan di kondisi normal.

Pernyataan pimpinan ormas terbesar di Tanah Air ini mendapat respons
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, (Derakpos, 21/9/2020).

Dia  mendorong Pemerintah perlu segera menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mengatur Pilkada serentak 2020 di masa pandemi Covid-19, dengan berorientasi pada jaminan keselamatan dan kesehatan kepada masyarakat, mengingat Perppu bisa mengatur hal teknis, seperti mekanisme sanksi yang lebih tegas atau menerapkan special voting arrangement

Pemerintah bersama DPR RI perlu membahas materi Perppu di masa sidang DPR untuk menyetujui perppu tersebut menjadi UU atau tidak, dengan melibatkan para epidemiologi maupun Satgas Penanganan Covid-19 untuk menentukan ukuran atau indikator apa saja yang bisa dipakai untuk menjadi pegangan KPU dalam menyelenggarakan pilkada.

KPU pun perlu mempertimbangkan metode kotak suara keliling (KSK) sebagai alternatif untuk menjemput pemilih yang takut ke tempat pemungutan suara (TPS), mengingat penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi dinilai akan menurunkan partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak suaranya.

Mendorong KPU dapat menyusun aturan yang ketat mengenai mekanisme selama pelaksanaan masa kampanye di tengah pandemi Covid-19, mengingat keselamatan dan kesehatan masyarakat harus lebih diutamakan.

Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman menyatakan, Pilkada Serentak 2020 tak akan ditunda demi menjaga hak konstitusi rakyat.

“Penyelenggaraan Pilkada 2020 tetap sesuai jadwal, 9 Desember, demi menjaga hak konstitusi rakyat, hak dipilih dan hak memilih,” ujar Fadjroel, dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2020).

Untuk itu, ia mengatakan bahwa Pilkada 2020 harus tetap diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Yang menjadi pertanyaan, apakah hak hidup rakyat atau hak konstitusi yang didahulukan dalam situasi darurat Covid-19. Dar’ul mafasid Muqoddamun ala jalbil masolih (Menolak kerusakan perlu didahulukan ketimbang menarik kemaslahatan)?

Penulis: Redaktur Senior Detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *