Oleh AAdib Hambali (*)
DALAM kamus ‘Ilmiah Populer’ oleh Pius A Partanto dan M Dahlan Al Barry, Penerbit Arkola, Surabaya (1994),: defisit adalah kekurangan anggaran, selisih yang diakibatkan oleh pengeluaran yang tidak berimbang dengan pendapatan alias tekor.
Pengertian itu muncul jika dibandingkan dengan pendapat banyak pihak yang paham tentang keuangan,: defisit adalah pengeluaran yang tidak berimbang dengan pendapatan. Dalam pribahasa defisit diartikan ”Lebih besar pasak daripada tiang.”
Jika defisit terjadi pada perusahaan, maka bisa dikategorikan bangkrut, pailit, dan lain-lain. Dampaknya, antara lain para mitrakerja, mitra dagang, langganan, nasabah, mulai hilang kepercayaan. Jika kondisi itu tidak ditangani secara profesional, perusahan bisa ditutup.
Defisit yang terjadi pada daerah otonom, ada pendapat, memang bisa dianggap hal biasa dan tidak perlu ditakuti karena tidak melanggar hukum.
Namun ada pula pendapat defisit merupakan indikasi ketidakmampuan mengelola keuangan di daerah.
Penyusunan anggaran tidak berdasarkan kemampuan keuangan daerah, tetapi didasarkan pada selera yang menggebu-gebu untuk memenuhi janji janji kampanye.
Kemungkinan itulah yang terjadi. Bupati Bojonegoro, Anna Mu’awanah mengatakan, sebanyak 17 program unggulan semua masuk pada APBD-P 2018 dan APBD 2019.
Dia pun mengharapakan dukungan dari DPRD, karena ibarat sebuah badan maka seluruhnya sudah di tuangkan dari ujung rambut sampai kaki dalam visi dan misi.
Satu sisi jumlah pendapatan yang diperoleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD-P) 2018, lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah belanja atau pengeluaran sehingga mengalami defisit anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah.
Pendapatan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD-P tahun ini Rp 3,3 triliun lebih. Sementara untuk belanja mencapai Rp 3,6 triliun lebih.
Jumlah defisit mencapai Rp 272 miliar.(detakpos,28/9).
Jika defisit sudah terjadi perlu ditangani secara benar, profesional, dan berdasarkan hukum.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi defisit, antara lain menggunakan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) tahun sebelumnya secara tepat.
Selanjutnya menjual aset daerah dengan persetujuan dewan. Juga mengajukan pinjaman kepada pihak lain (utang) dan persetujuan DPRD sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah.
Yang perlu dilakukan yaitu mengurangi biaya kegiatan yang tidak menyentuh kepentingan masyarakat banyak, seperti uang perjalanan dinas, biaya rapat, biaya makan minum, pesta serta hura-hura yang tidak produktif.
Berikutnya mengurangi tenaga non-PNS/tenaga honorer sesuai Surat Edaran Mendagri Nomor: 814/169/SJ, 10 Januari 2013, tentang Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer, berdasarkan PP No 48/2005, dan telah diubah dengan PP No 43/2007 dan terakhir diubah dengan PP No 56/2012, tentang Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer.(*)
Penulis: Redaktur senior Detakpos.