Fenomena “Gemerlap” MH Thamrin

Oleh: A Adib Hambali (*

GEMERLAP” MH Thamrin Bojonegoro. Itulah titel pertunjukkan dan perayaan Tahun Baru Imlek yang digelar cukup meriah di kawasan Jalan MH Thamrin, Sabtu (04/02/2023), sebagaimana dilansiir Bojonegorokab.go.id

Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang hadir dan ikut memeriahkan acara ini berharap momentum perayaan Imlek makin meningkatkan kerukunan dan kedamaian antarumat beragama.

Dengan penampilan berbusana khas Tionghoa, Anna Mu’awanah menyampaikan bahwa Kepres No 6 tahun 2000 tentang Pencabutan instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat istiadat Cina, di mana pada saat itu era Presiden Gus Dur, perayaan Imlek diperbolehkan.

Gus Dur lah yang merehabilitasi hak agama keturunan Tionghoa Indonesia melalui pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14/1967. Semenjak itulah, umat Konghucu bebas menjalankan ajaran agama dan tradisi Konfusianisme.

Umat Khonghucu bebas merayakan Tahun Baru Imlek yang merupakan hari raya keagamaan. Pemerintah juga sudah menetapkan hari Imlek sebagai hari nasional yang diliburkan.(Pendiri Eksan Institute Moch Eksan, RMMOL Papua/0 1 /02/2022).

Ketua DPC Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Anna Mu’awanah juga mengajak masyarakat bergandengan tangan, yang besar mengayomi yang kecil, dan yang kecil bisa terus meng-upgrade untuk bisa bersama-sama membangun Bojonegoro lebih baik lagi.

Perayaan Imlek dan Cap Go Meh yang dikemas dalam Gemerlap Thamrin Bojonegoro diikuti Forkopimda, Sekretaris Daerah Bojonegoro Nurul Azizah, Asisten, Staf Ahli, kepala OPD, Camat, Kepala Desa se- Kecamatan Bojonegoro, ketua pengurus Paguyuban Sosial Marga Tionghoa, ketua pengurus Yayasan Harapan Sinar Bahagia, ketua Persatuan Islam Tionghoa se-Indonesia, Direktur Go Fun, serta peserta perayaan Imlek dan Cap Go Meh 2023. Selain itu disaksikan pengunjung yang bludak. Sebagian besar adalah umat Islam di Bojonegoro, Jawa Timur.

Setidaknya Gemerlap MH Thamrin ini kemungkinan menambah referensi terhadap fenomena kehidupan beragama yang diprediksi oleh Daniel Dennett.

Kolomnis dan budayawan Denny JA pernah menggunggah di grup WA, dengan judul “Agama Hadir sebagai Kekayaan Kultural Milik Bersama
(Senin, 16 Mei 2022). Dalam tulisan itu dia mengupas pendapat Daniel
Dennet, seorang ilmuan sosial juga filusuf pengarang buku terkenal berjudul “Breaking The Spellâ”.

Denny JA menunjukkan tentang perkembangan mutakhir soal agama dalam berita yang ditangkap media. Pertama ada berita dari Pew Research Center yang mengatakan bahwa sekarang semakin banyak dari mereka yang non-Kristiani ikut merayakan Natal.

Merujuk pada data tersebut, sebanyak 81% dari mereka yang tidak percaya pada agama Kristen dan tidak menganut agama tersebut, ikut merayakan Natal.

Alasannya adalah karena mereka anggap Natal sebagai salah satu kekayaan kultural yang juga ingin mereka hayati, walapun mereka tidak percaya kepada Yesus Kristus.

Ada juga berita lain dari The Irish Timer yang mewartakan bahwa mereka yang bukan muslimah dan tidak percaya kepada Nabi Muhammad, tapi ikut berpuasa dan ikut merayakan dan ritual puasa itu.

Selain itu ada kabar lain, juga dari Pew ResearĪch Center, mengenai riset mereka yang menunjukkan perayaan umat Hindu yakni Dilwali atau Deepawali sekarang semakin banyak dirayakan oleh mereka yang bukan Hindu dan tak percaya agama Hindu.

Inilah realitas yang menyertai buku Daniel Dennett, bahwa begitu banyak fenomena agama yang sudah berubah.

Metodologi yang digunakan Dennet, scientific materialism, sangat kuat. Namun pendekatan itu hanya bisa menjelaskan separuh dari realitas.
Pendekatan itu tetap tak bisa menjelaskan nomena, yaitu kenyataan secara hakekat.

Respons Denny JA mengenai masa depan agama ini, kita meyakini bahwa di era sekarang, keberagaman yang ada sangat luas, sehingga tidak akan pernah ada satu jenis realitas saja. Tidak akan pernah ada satu jenis gagasan saja.

Ada beberap prediksi. Banyak yang meyakini agama akan sirna. Banyak pula yang meyakini agama akan dominan kembali. Ada pula yang meyakini pada datangnya The Second Coming of Christ atau The Second Coming of Imam Mahdi. Ada pula yang meyakini agama hadir tapi hanya sebagai komunitas kecil saja.

Semua keberagamam sikap atas agama akan tetap hadir karena beragamnya cara berpikir manusia.
Namun Denny secara pribadi lebih menikmati hadirnya komunitas baru yang melihat agama-agama ini sebagai satu kekayaan kultural.

Seperti realitas tadi meskipun mereka tidak percaya pada Yesus Krisus dan tidak percaya ia lahir pada 25 Desember, namun mereka masih tetap bisa menikmati aura dan fenomena dari Natal.

Selain itu, mereka yang tak meyakini Islam dan tak percaya Nabi Muhammad dapat wahyu, tetap juga bisa menikmati keindahan dari bulan puasa.

Pun demikian, mereka yang tak percaya Hindu dan tak percaya pada kitab sucinya, tetap bisa menikmati kisah-kisah wayang, kisah tentang Ramayana dan Bharatayuda dan sebagainya.

Itulah masa depan di mana agama akan hadir sebagai kekayaan kultural milik bersama. Kemungkinan itulah fenomena yang diprediksi oleh Daniel Dennett, sehingga muncul perayaan Tahun Baru Imlek dengan Titel Gemerlap Thamrin Bojonegoro, meski mereka bukan pengikut Khonghucu. (*)

*) Redaktur senior detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *