Anak Anak Terduga Teroris Perlu Asuhan yang Tepat

SurabayaDetakpos-Tujuh anak terduga teroris di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, dalam insiden bom bunuh diri perlu mendapat pengasuhan orang yang pemahaman keagamaanya benar, bukan keluarga dekat berpaham radikal.

Demikian Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto, usai diterima Kapolda Jatim, Irjen Pol Mahfud Arifin, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Prov Jatim serta, LPSK. 

Susanto juga mengunjungi RS Bayangkara untuk melihat langsung anak anak dari terduga pelaku teror. ”Terdapat tujuh anak yang sedang mendapatkan perawatan,”tutur dia dalam rilis, Kamis (17/5).

Secara fisik, ketujuh anak sudah membaik, namun masih memerlukan asesment psikologis untuk memastikan intervensi rehab selanjutnya.

Jika melihat riwayat kondisi anak tersebut, memerlukan rehab secara komprehensif, bukan hanya medis, sosial dan psikologis, namun juga perlu sentuhan pemahaman keagamaan yang tepat. 

Dia berharap jika ada potensi infiltarasi radikalisme dari pola pengasuhan sebelumnya yang dilakukan oleh terduga pelaku, tentu harus dihilangkan, agar ke depan anak memiliki pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat.

”Kami menyampaikan assesment terhadap siapa berhak mengasuh anak setelah kondisinya sehat dan pulih kembali, perlu asesment yang komprehensif terhadap keluarga terdekat hingga derajat ketiga. 

Terutama bukan semata mampu atau kompeten dalam mengasuh anak dalam arti teknis, namun harus dipastikan keluarga terdekat yang mendapatkan hak mengasuh anak adalah orang yang tidak memiliki pemahaman radikal. 

Karena jika ini tidak dipastikan sangat membahayakan anak.”Kita harus selamatkan anak anak tersebut agar kelak menjadi generasi yang hebat dan cinta Tanah Air.

”Di lain pihak, KPAI juga menghimbau kepada semua pihak, mengingat saat ini terjadi pergeseran pola rekrutmen pelaku teror dari orang dewasa ke anak, maka semua harus waspada. Bisa jadi, polanya akan terus berubah, agar tak terdeteksi oleh aparat dan orang sekitar.

 ”Pastikan anak mendapatkan guru yang tepat, berfikir luas dan memiliki pemahaman keagamaan yang tepat. Tak ada ajaran agama yang mengajarkan terorisme. Terorisme melanggar ajaran agama dan prinsip nilai bernegara dan berkebangsaan,”tutur Susanto.

Pola baru yang digunakan oleh jaringan pelaku teror dalam mentoring dan rekrutmen anggota adalah masuk pada wilayah yang dipandang vital secara sosial. 

”Dalam banyak kasus, jaringan teror mengincar guru sebagai mentor, kemudian orangtua agar menjadi mentor bagi anaknya, sebagaimana kasus terbaru. Karena orangtua merupakan sendi vital dan kehidupan bermasyarakat.

” Bisa jadi pola ini akan terus berubah, jajaran tingkat keluarahan, desa, RT dan RW perlu hati hati, waspada dan memiliki pertahanan pemahaman keagamaan  yang tepat, agar tak menjadi incaran infiltrasi radikalisme. Karena ini merupakan kelompok vital dalam masyarakat. Isteri terduga teroris Sidoarjo yang berstatus PNS Kemenag menandakan infiltrasi mulai masuk ke institusi penting. Bagaimana jika yang bersangkutan ternyata bertugas dibagian pelatihan guru. Inikan sangat berbahaya.”Berangkat dari pengalaman ini, pola rekrutmen PNS di semua Kementerian dan Lembaga Negara serta pemerintah daerah, dosen, guru, tenaga layanan publik harus diperketat. Terutama harus dipastikan calon yang memiliki pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang tepat.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *