Jakarta–Detakpos– Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kepolisian mendalami secara komprehensif dan bekerja sama dengan Interpol serta Kementerian Luar Negeri untuk memulangkan terduga korban pengantin pesanan usia anak.
Kejahatan trafficking dan eksploitasi pada anak merupakan kejahatan kemanusiaan trannasional yang merendahkan harkat dan martabat manusia.
Ia bekerja lintas kota antar daerah, serta antar Negara dengan melibatkan sindikat yang terorginiser. Pada tahun 2018 modusnya semakin pelik dan sulit untuk diidentifikasi.
Dalam catatan Ai Maryati Soliah, Komisioner Bidang Trafficking dan Eksploitasi KPAI, kasus tersebut di antaranya modus pengantin pesanan.
Kasus ini diduga marak di perbatasan Kalimantan Barat dan yang sedang dipantau adalah yang terjadi di Purwakarta, Jawa Barat.
” Dari 16 orang korban tiga di antaranya usia di bawah 18 tahun, hingga kini belum dipulangkan dari Tiongkok,”
kata Ai Maryati Soliaa dalam rilisnya Rabu (24/10).
Berikutnya, prostitusi melibatkan anak di bawah umur kini dimudahkan oleh fasilitas media social. Seperti kasus yang terjadi di Apartemen Kalibata Citty Jakarta Selatan, banyak remaja yang dilacurkan, remaja menjadi terapis pijat plus-plus dengan menggunakan iklan di media sosial yang dikendalikan oleh para mucikari.
Di antaranya pada bulan Oktober ini telah digagalkan pengiriman calon terapis plus-plus ke Bali oleh Polres Bandara Sukarno Hatta.
Berdasarkan laporan dari KPAI. Pengawasan KPAI di Makassar, remaja sudah bergulat dengan prostitusi hampir setahun terakhir. Mereka terbiasa menjajakan diri dan melalui iklan dalam grup.
“Pola eksploitasi seks komersial anakpun menyasar mereka yang putus sekolah untuk dipekerjakan sebagai pemandu lagu di tempat Karaoke,”kata Ai Maryati Soliah.
Seperti remaja dari Kabupaten Malang yang dikirim ke Papua, namun berakhir harus melayani sebagai pemuas seks laki-laki. Dalam kasus lainnya orang tua menjual anak sendiri kepada laki-laki dewasa untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.
Eksploitasi menampakkan wajah perbudakan yang sangat keji, selain menguras tenaga anak juga memperjual belikan layanan seksual hanya untuk mendapat keuntungan secara materil.
Praktik jual beli bayi kini menggunakan media social, kasus jual beli bayi di Surabaya disajikan melalui sebuah grup tertutup yang memfasilitasi diskusi antara para orang tua yang mengharapkan punya anak dengan mereka yang mengalami kesulitan mengurus/mengasuh anak.
” Pembicaraan difollowupi melalui jaringan pribadi (japri) satu sama lain hingga masuk pada transaksi. Hal inilah yang memberi celah pada praktik jual beli bayi berkedok adopsi illegal, dan lain-lain.
“Kasus terbaru dari Surabaya hingga saat ini—kemungkinan masih berkembang—sudah 2 bayi yang terjual melalui media social tersebut.”
KPAI Menentang Perdagangan Orang (anak)
Data KPAI pada tahun 2018 hingga bulan September menunjukkan angka trafficking dan eksploitasi anak didominasi oleh anak korban prostitusi sebanyak 80 kasus, kemudian korban eksploitasi pekerja 75 kasus, anak korban eksploitasi seks komersial anak 57 kasus dan, anak korban trafficking 52 kasus, jumlah total 264 kasus.
Hal ini menunjukkan bahwa perlawanan terhadap praktik perdagangan orang harus dilakukan seluruh keluarga dan penegakkan hukum lebih optimal.
KPAI meminta Kepolisian mendalami secara komprehensif dan bekerja sama dengan Interpol serta Kementerian Luar negeri untuk memulangkan terduga korban pengantin pesanan usia anak.
Khusus korban di bawah umur, KPAI mendorong agar kepolisian memastikan keamanan korban dan Kementerian terkait untuk membantu proses penjemputan.
Selain itu, KPAI juga mendorong kepolisian untuk membongkar praktik penjualan bayi melalui medsos yang kini lagi viral dan jika ditemukan fakta hukum menguatkan, agar pelaku dijerat UU ITE, UU PTPPO dan UU Perlindungan Anak, untuk memastikan perlindungan anak berjalan optimal.
Terkait prostitusi anak KPAI meminta pemerintah dan pemerintah daerah agar seluruh rencana aksi nasional dan daerah memaksimalkan program pencegahan, melalui berbagai strategi termasuk sosialisasi, edukasi, penyuluhan bagi anak usia sekolah dan anak yang mengalami putus sekolah terkait pendidikan anti trafficking.
Selain kepada anak usia sekolah, pendidikan anti trafiking diperlukan bagi keluarga serta masyarakat agar mereka mampu mengenali, mencegah dan melawan tindak perdagangan orang.
Pada level penanganan anak memiliki kekhususan untuk menerima hak perawatan dan rehabilitasi serta pemantauan dari Pemerintah, seperti layanan kesehatan, Psikolog, bantuan hukum yang lakukan oleh intansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan dan P2TP2A.
Penanganan tersebut harus diberikan kepada korban dengan benar-benar terpantau agar membantu tumbuh kembang anak baik secara secara fisik dan psikologis serta kembali berfungsi sosial ditengah-tengah keluarga dan masyarakat.(dib)