Menteri LHK: Justru Pak Jokowi Membenahi yang Salah

JakartaDetakpos– Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),  Siti Nurbaya Bakar menegaskan, pihaknya menghormati setiap proses hukum.

Demikian pula dengan langkah Peninjauan Kembali atau PK yang akan dilakukan, juga merupakan upaya mempertegas kembali bahwa pemerintah sudah melakukan banyak perubahan menangani Kebkaaran Hutan dan Lahan (Karhutla)  pascakejadian 2015.
“Peninjaun Kembali (PK) yang akan kita ajukan berdasarkan data dan fakta bahwa Pemerimntah dalam empat tahun terakhir telah melakukan langkah dan terobosan besar yang hasilnya dirasakan sekarang, Karhutla sangat menurun dan tak ada lagi asap yang melintas ke negara tetangga,’ ujar Menteri  Siti Nurbaya, Jumat (19/7), menanggapi putusan Mahkamah Agung (MA) terkait vonis bersalah kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pada pemerintah.

Sebelumnya Jubir MA Andi Samsan Ngaro mengatakan di Kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (19/7). Bahwa Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dkk berkaitan dengan kasus kebakaran hutan di Kalimantan.

MA menilai alasan-alasan permohon kasasi Presiden Jokowi tidak dapat dibenarkan.

Menteri Siti Nurbaya secara gamblang menjelaskan  awal mula sejarah gugatan tersebut. Gugatan dilandasi kejadian Karhutla tahun 2015. Peristiwa yang menghanguskan sekitar 2,6 juta ha lahan dan hutan itu, terjadi belum setahun  Presiden Jokowi dilantik, tepatnya mulai 6 September 2015.

Karhutla sebelumnya sudah rutin masif terjadi selama puluhan tahun.

‘’Waktu baru menjabat, Presiden dan kita semua sebenarnya sudah mengikuti gerak hotspot atau titik apinya dengan turun ke lapangan. Tapi sayangnya memang tidak tertolong, titik api sudah membesar di 2015. Karena baru menjabat, tentu kami semua harus pelajari penyebabnya, ada apa nih begini? Kenapa?  Di mana letak salahnya? Ternyata banyak yang salah-salah dari yang dulu-dulu, dan Pak Jokowi justru membenahi yang salah-salah itu,” jelas Menteri Siti .

Menteri menjelaskan, Karhutla dulunya disebabkan persoalan berlapis di tingkat tapak. Mulai dari lemahnya regulasi, sampai pada oknum masyarakat hingga korporasi yang sengaja membakar atau lalai menjaga lahan mereka.

Ada konsensi buka lahan pakai kontraktor dengan menyuruh rakyat untuk bakar, setelah itu mereka lari. Itu memang terjadi dan terus terjadi berulang. Dulu penegakkan hukumnya lemah sekali, tata kelola lahannya kacau, ada korporasi besar tapi tak punya peralatan pemadaman, penetapan status yang lamban karena kepemimpinan di daerah lemah, alih fungsi lahan yang bermasalah, izin yang tidak sesuai peruntukan, dan banyak sekali masalah lainnya.

“Jadi saat peristiwa Karhutla 2015 itu, memang luar biasa kita menabung ilmu masalahnya. Instruksi Presiden Jokowi jelas yakni perbaiki, benahi, jangan ada kejadian Karhutla lagi. Apalagi sampai terjadi asap lintas batas ke negara tetangga,” ungkap Menteri Siti.

Langkah Besar

Lebih jauh Mneteri Siti menjelaskan, dalam waktu relatif singkat pasca Karhutla 2015, di bawah Instruksi Presiden Jokowi, dikeluarkan berbagai kebijakan dan langkah koreksi besar-besaran untuk pengendalian Karhutla.
Diantaranya dengan keluarnya Instruksi Presiden nomor 11/2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla, Inpres 8/2018 tentang moratorium izin, PP 57 tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor: 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, hingga pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Sementara di KLHK, dikeluarkan kebijakan krusial seperti Peraturan Menteri LHK nomor 32/2016 tentang pengendalian Karhutla, membenahi tata kelola gambut dengan baik dan berkelanjutan melalui pengawasan izin, penanganan dini melalui status kesiagaan dan darurat Karhutla, dan berbagai kebijakan tekhnis lainnya.

Jadi, kata Menteri Siti,  paradigma menangani Karhutla berubah total. Kalau sebelumnya  api sudah besar saja belum tentu Pemda-nya bereaksi. Pemerintah pusat juga tidak dapat membantu karena harus menunggu status dahulu dan harus menunggu api besar, baru dipadamkan,  itu yang menyebabkan bencana berulang-ulang.

“Kalau sekarang kita antisipasi dari hulu hingga ke hilir. Terjadi perubahan paradigma dari penanggulangan ke pengendalian. Kebijakannya melibatkan banyak stakeholders, termasuk para pemilik izin konsesi. Semuanya berubah total di bawah pengawasan penuh pemerintah,” ungkap Menteri Siti.

Pengendalian yang dimaksud mulai dari tahap perencanaan,  pencegahan, penanggulangan, pasca kebakaran, koordinasi kerja, hingga pada tahap status kesiagaan.

Pengendalian Karhutla juga melibatkan TNI/Polri, BNPB, dan lembaga lainnya secara bersama-sama.
KLHK juga menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI), dengan keluarnya fatwa haram bagi pelaku pembakaran lahan dan hutan.

Selain juga meningkatkan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Dalkarhutla hingga ke tingkat tapak.
Penegakan Hukum
Hal paling krusial lainnya, untuk pertama kali dilakukan penegakan hukum multidoors bagi pelaku pembakar karhutla, yakni dengan langkah hukum pidana, perdata dan administrasi.

Langkah hukum ini tidak hanya menyasar perorangan, tapi juga korporasi.
Dalam kurun waktu 2015-2018 lebih hampir 550 kasus dibawa ke pengadilan baik melalui penegakan hukum pidana maupun perdata. 500 perusahaan dikenakan sanksi administratif terkait pelanggaran yang dilakukan, bahkan ada yang dicabut izinnya.

Untuk pengamanan kawasan hutan dan sumberdaya kehutanan lebih dari 713 operasi pengamanan dilakukan dengan melibatkan KLHK, Kepolisian dan TNI.
Kasus Karhutla yang berhasil dimenangkan nilainya mencapai Rp18 triliun, dan menjadi nilai terbesar sepanjang sejarah tegaknya hukum lingkungan pasca karhutla 2015.

”Untuk menegakkan hukum ini sangat tidak mudah. Kita sampai berkali-kali digugat balik, saksi ahli juga sampai digugat, tapi kita tidak gentar. Penegakan hukum ini penting untuk memberikan efek jera, agar tak ada lagi yang berani main-main dengan aturan pencegahan terjadinya karhutla berulang,” tegas Menteri Siti.

”Hikmah dari karhutla 2015, Presiden Jokowi dan seluruh jajaran pemerintah membuat langkah koreksi yang signifikan, hasilnya ada dan nyata. Dalam 4 tahun terakhir, dengan segala tantangan yang sangat tidak mudah, kita mampu menghindari berulangnya kembali bencana Karhutla seperti yang dulu-dulu,” tutup Menteri Siti.

Sebagai catatan, Karhutla di Indonesia sebenarnya telah menarik perhatian global sejak kebakaran dahsyat tahun 1982/1983 dan 1997/1998. Pada tahun 1997, Karhutla menghanguskan sekitar 10-11 juta ha hutan dan lahan di Indonesia. Karhutla dalam skala yang luas juga terjadi lagi pada tahun 2007, 2012 dan 2015, hingga menyebabkan pencemaran kabut lintas batas di wilayah ASEAN. Baru pada tahun 2016, 2017 dan 2018 di masa pemerintahan Presiden Jokowi, Karhutla berhasil diatasi dan tidak ada asap lintas batas seperti tahun-tahun sebelumnya.(dib)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *