Pembentukan “Holding” BUMN Pertambangan Tingkatkan “Bargaining Power”

Pembentukan Holding BUMN Industri Pertambangan diharapkan akan menjadikan BUMN tambang menjadi “besar”, “kuat”, dan “lincah” dalam mengatasi dominasi pangsa pasar di Indonesia yang masih dikuasai oleh pemain swasta nasional dan regional.

Pembentukan Holding BUMN industri pertambangan juga akan meningkatkan bargaining power, koordinasi antar BUMN yang lebih baik, dan kontrol yang lebih baik dari Pemerintah.

Demikian antara lain kesimpulan seminar Nasional Akuntansi Energi Himpunan Mahasiswa Akuntansi  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Uiversitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPNV) Yogyakarta di Yogyakarta pada 11 November.

Lebih jauh dalam seminar itu juga disampaikan bahwa pembentukan holding ini perlu karena Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi unggul dan sejahtera.

Sumber daya minerba yang masih dikuasai negara via BUMN sangat kecil, penciptaan nilai tambah oleh BUMN masih belum optimal, ditambah dengan kemampuan pendanaan BUMN terbatas, masih banyak lagi hal terkait latar belakang dibentuknya holding ini.

Sasaran dari pembentukan holding ini agar konsolidasi BUMN tambang dapat mengantarkan BUMN tambang menjadi dan masuk dalam jajaran perusahaan tambang terbaik dunia. 

Terciptanya efisiensi biaya setelah holding dengan posisi Keuangan yang lebih baik, komoditas yang lebih terdiversifikasi, “business scale” yang lebih baik untuk bersaing di tingkat regional, sehingga perusahaan tambang yang ada di Indonesia menjadi perusahaan tambang yang maju mampu bersaing di taraf Internasional.

GROSS SPLIT
Kondisi Hulu Migas di Indonesia, sejarah mencatat bahwa Indonesia mengalami dua kali puncak produksi minyak bumi yaitu 1,5 juta barel per hari, dalam kerjasama  ditemukan kendala kurang efektifnya skema PSC “cost recovery” mendorong efisiensi yaitu rendahnya “Reserve Replacement Ratio” (RRR) dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi minyak yang mengakibatkan rendahnya penerimaan negara.

Tantangan Pengelolaan Hulu Migas saat ini ditentukan oleh pasar dunia sehingga Kontraktor Migas (K3S) harus mengelola biaya dengan baik dengan memperhatikan “cost and risk management”, “the best cost and the best technology”.

 Biaya operasi dan “sunk cost” (investasi) harus makin lama makin efisien dan efektif sehingga industri hulu migas akan selalu dapat menghadapi konjungtur harga migas yang makin sulit di prediksi.

Untuk itu dengan adanya “gross split” akan mengatasi permasalahan yang ada pada sistem PSC “cost recovery” seperti lamanya waktu, rendahnya “Reserve Replacement Ratio” (RRR) karena menurut data Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia bahwa Gross Split lebih baik bagi Indonesia dengan hasil biaya operasi menjadi beban kontraktor.
 
Kontraktor secara alami akan melakukan penghematan, penerimaan migas negara lebih pasti karena tidak terpengaruh oleh besarnya cost revovery, dan birokrasi lebih efisien dan sederhana karena tidak ada proses persetujuan cost recovery oleh pemerintah, yang lebih penting ialah Gross Split tidak akan menghilangkan kendali negara.

Aturan yang digunakan saaat ini untuk Gross Split adalah Permen ESDM Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Permen ESDM No. 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Manfaat Implementasi PSC Gross Split adalah Share Pain – Share Gain, Resiko Bisnis dimitigasi melalui incentive split, Bisnis Governance yatu Kontraktor lebih independen dalam pengambilan keputusan bisnis dan Penguatan Fungsi SKK Migas menjadi lebih fokus menjalankan fungsinya sebagai badan pengawas dan pelaksana, mempersingkat bisnis proses, mendorong Industri migas lebih kompetitif, pengelolaan SDM, teknologi dan sistem dan biaya operasi, TKDN dipersyaratkan sebagai bagian dari insentif, menjamin pendapatan negara melalui PNBP.

Tujuan Implementasi PSC Gross Split, mendorong usaha eksplorasi dan eksploitasi yang lebih efektif dan cepat, mendorong para kontraktor Migas dan Industri Penunjang Migas untuk lebih efisien sehingga lebih mampu menghadapi gejolak harga minyak dari waktu ke waktu, mendorong Bisnis Proses Kontraktor Hulu Migas (K3S) dan SKK Migas menjadi lebih sederhana dan akuntabel, mendorong K3S untuk mengelola biaya operasi dan investasinya dengan berpijak kepada sistem keuangan korporasi bukan sistem keuangan negara.

Seminar dengan Ketua Pelaksana Seminar Nasional ini Lulu Alya Afida, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Akuntansi UPNVY Alfian Yusdimahdi Harmawan, Ketua Koordinator dalam acara ini yaitu Gilbert Nugraha mahasiswa Akuntansi FEB UPNVY.

Topik Pembahasan dalam Seminar Nasional ini terkait dengan Holding Pertambangan dan Gross Split dengan Narasumber yaitu Dr. Ir. Adhi Wibowo. M.T., Ir. Milawarma. M.Eng., Dr. Ir. Sigit Rahardjo. M.T., M.M, Dr. Ir. KRT. Nursuhascaryo. M.T. dan yang bertindak sebagai moderator adalah Dr. Sri Suryaningsum, S.R., M.Si., Ak. CA. CMA. VBA. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *