Oleh : A Adib Hambali (*)
DEBAT Pilpres 2019 keempat antara capres 01 Joko Widodo dan capres 02 Prabowo Subianto telah berakhir pekan lalu.
Keduanya sama-sama menyatakan Pancasila adalah ideologi Negara yang final dan merupakan hasil konsensus bersama.
Pernyataan itu menjadi penting untuk dicermati
di tengah berkembang biaknya kelompok radikal anti ideologi Pancasila.
Yang menjadi pertanyaan Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) Neta S Pane, kenapa kelompok radikal anti ideologi Pancasila bisa terakomodasi, bahkan mendapat angin dalam euforia Pilpres 2019.
“Kelompok radikal itu bebas mengibarkan semangat anti Bhineka Tunggal Ika,”tulis Neta Pane dalam siaran pers yang diterima Detakpos.
Kedua capres perly menyadari, dalam euforia Pilpres 2019 sudah berkembang biak dan berkamuflase kelompok radikal anti Pancasila, seolah olah mereka adalah kekuatan capres tertentu.
Kelompok ini, seolah berperan penting untuk memenangkan capres tersebut.
“Padahal manuver kelompok ini merupakan potensi ancaman keamanan, apalagi kelompok ini makin nekat melakukan aksi door to door,”jelas Neta.
Bagaimana pun Polri sebagai institusi penjaga keamanan harus mencermati, mendeteksi, mengantisipasi dan membuat pagar betis terhadap manuver kelompok ini dan kemudian melanjutkan sapu bersih.
Sebab, sudah menjadi tugas Polri sebagai aparatur Negara untuk mengawal, mengamankan dan menjaga kelangsungan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai ideologi Negara.
Ironisnya, saat jajaran kepolisian melakukan tugas ini mereka dituding seolah olah tidak netral dan ikut terlibat dalam kepentingan politik praktis.
Dalam kasus ini IPW berharap kedua capres melihat situasi ini dengan jernih dan jangan terprovokasi oleh ulah kelompok yang hendak mendegradasi Bhineka Tunggal Ika dan hasil Pilpres demi tujuan penghancuran ideologi Pancasila.
Dalam UUD 45 ditegaskan keamanan adalah menjadi tugas Kepolisian, sedangkan pertahanan adalah tugas TNI.
“Selama ini, baik di era SBY maupun di era Jokowi, penanganan keamanan yang dilakukan Polri sudah cukup baik. Indonesia relatif aman, meski di sana sini masih ada keluhan publik terhadap sikap perilaku anggota Kepolisian dalam menjaga keamanan.
Tapi secara umum keamanan Indonesia relatif stabil. Dalam hal pemberantasan terorisme masyarakat dunia mengakui kinerja Polri.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra menegaskan tidak ada ideologi khilafah lagi. Semua Pancasila, dan itu sudah final.
Isu Pancasila Vs Khilafah hanya sebuah gerakan kanalisasi yang sedang dijalankan untuk mencoba menambah suara bagi salah satu capres.
Pro dan kontra pun terjadi menyusul pernyataan mantan kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono yang menuturkan, ada perbedaan mendasar di pemilu kali ini. Yaitu, ada pertarungan ideologi Pancasila melawan Khilafah. Ungkapan Hendropriyono ini disampaikan di Gedung Pertemuan Soekarno Hatta, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (28/3), setelah mengumumkan draf buku karyanya berjudul ‘Filsafat Intelijen Negara Republik Indonesia’.
Adalah Ketua DPR, Bambang Soesatyo yang menilai, baik Prabowo maupun Jokowi, sama-sama terluka akibat fitnah dan ujaran kebencian.
Ungkapan atau refleksi kekecewaan dua sosok capres itu hendaknya mendorong semua pihak mengakhiri kampanye hitam.
Politikus Partai Golkar itu menilai wajar bila Prabowo tidak nyaman karena dituduh prokhilafah. Dia juga memaklumi Jokowi yang selama ini memendam perasaan karena dituduh antek PKI. Karena itu curahan hati para capres itu dimaknai dengan jernih.
Pengakuan Prabowo dan Jokowi jelas-jelas memperlihatkan kekecewaan atas fitnah yang menerpa mereka.
Posisi Prabowo dan Jokowi, kedua kandidat yang berkompetisi dua kali di Pilpres 2014 dan 2019 itu telah menjadi korban kampanye hitam bermuatan fitnah dan ujaran kebencian.
Padahal, untuk menyandang status capres, baik Jokowi maupun Prabowo, sudah melalui berbagai tahapan proses seleksi. Karenanya, semburan fitnah yang bertujuan mencoreng citra atau kredibilitas kedua sosok capres itu sama sekali tidak masuk akal.
Bahkan, fitnah terhadap kedua sosok capres berpotensi merusak akal sehat. Sebab, masyarakat dicekoki pemahaman bahwa institusi Negara penyelenggara pemilu bisa meloloskan pribadi bermasalah untuk mengisi jabatan presiden.
Bamsoet pun meminta kampanye hitam terhadap Prabowo dan Jokowi segera dihentikan. Sebab, fitnah dan ujaran kebencian yang ditujukan kepada pribadi Jokowi maupun Prabowo sama artinya dengan merendahkan martabat bangsa Indonesia.
Harap diingat bahwa kedua sosok ini tampil sebagai capres berdasarkan aspirasi masyarakat Indonesia.
(*)Penulis: Redaktur Senior Detakpos