PR PJ Bupati, Jaga Netralitas ASN

Oleh :AAdib Hambali *

ADRIYANTO, Direktur Transfer Dana Umum Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJKP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menjadi Penjabat .(.PJ) Bupati Bojonegoto, menyusul berakhirnya masa jabatan Anna Mu’awanah pada 24 September 2023.

Sebelum duduk menempati kursi PJ Bupati alangkah baiknya jika menyimak dan memahami uneg uneg (aspirasi) yang terekam selama ini dari suara Wong Jonegoro.
Yang pasti Adriyanto mempunyai tugas menghadapi Pemilu  dengan menyiapkan langkah untuk mewujudkan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, termasuk Pilkada yang harus dipatuhi agar berlangsung kondusif.

Pesan itu jauh jauh hari juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. (detakpos.com, 8/8/2023).????
Langkah antisipasi ini penting dilakukan untuk mewujudkan Pemilu dan Pilkada 2024 yang tertib, damai dan kondusif. Terlebih, pesta demokrasi selalu disambut meriah oleh masyarakat
Bojonegoro.

Antisipasi terhadap potensi gangguan Pemilu tersebut di antaranya seluruh elemen masyarakat harus menghindari politisasi birokrasi. Caranya dengan menempatkan ASN pada posisi netral.

Dengan menempatkan posisi ASN netral, PJ Bupati Bojonegoro mempunyai tugas membersihkan oknum ASN yang disinyalir terindikasi pernah terlibat melakukan penggalangan dan penggiringan terhadap salah satu kandidat seperti yang pernah muncul selama ini, dan belum terjangkau oleh Bawaskab dengan dalih menjadi kewenangan Komisi Aparat Sipil Negara (KASN ).
Mutasi yang dilakukan hingga menjelang selesai masa jabatan berakhir juga perlu diwaspadai kemungkinan ada indikasi kolusi untuk kepentingan Pilkada.  Apalagi pada Pilkada 2024 jika nanti diikuti calon petahana.
Gubernur perlu memerintahkan PJ Bupati membentuk tim khusus untuk mengusut  dugaan keterlibatan oknum ASN dan kepala desa untuk pemenangan salah satu kandidat calon dan parpol tertentu.

Oknum pejabat yang terindikasi berkolusi pun perlu diganti oleh pejabat yang benar benar netral agar ASN tidak berpihak dalam Pemilu dan Pilkada 2024. Hal itu bisa dilihat apakah pengangkatan mereka berbau kolusi atau tidak. Hal itu bisa dievaluasi melalui kapabilitas dan kapasitas jabatan yang ditempati.

Politik Uang

Juga menghindari politik uang untuk mempengaruhi pilihan masyarakat. Ini berarti PJ Bupati perlu mengedukasi masyarakat agar tidak terpengaruh money politics mengutamakan kualitas dan kapabilitas para calon. Mereka agar tidak sibuk menghitung uang yang diterima dari para calon sehingga muncul istilah: nomer piro wani piro (NPWP).

Maraknya praktik politik transaksional ini jelas mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat. Model transisi demokrasi ini tidak menjanjikan melembaganya demokrasi substansial yang terkonsolidasi.

. Hal itu mendorong meningkatkan korupsi. Sebab untuk mendapatkan kursi bupati, calon harus mengeluarkan uang hingga puluhan miliar rupiah.

Yang menjadi pertanyaaan uang itu berasal darimana dan bagaimana bisa mengembalikan. Ini pertanyaaan sederhana dan mudah, apakah begitu banyak orang merelakan uangnya dihamburkan, lalu bekerja untuk rakyat meski uang tidak kembali? Jawabnya tidak yakiin.

Di  tengah kenyataan tersebut, wajar apabila ada sebagian pihak menilai demokrasi  di era reformasi justru sedang mengalami stagnasi. Demokrasi hanya memanjakan para elite politik, sehingga rakyat belum merasakan dampak dari demokrasi secara signifikan. Terutama terhadap kesejahteraan dan kemakmuran.

Berdasarkan kenyataan tersebut, secara umum pasca reformasi, demokrasi tidak bertambah baik. Hal ini dikarenakan demokrasi yang berkembang cenderung liberal, sudah terjebak pada demokrasi angka-angka. Angka transaksi bukan lagi aspirasi.
Masyarakat diminta juga jangan sampai terjebak dalam politik pragmatis jangka pendek. Jadilah pemilih yang cerdas, sehingga dapat meminimalisir terjadinya money politic dan high cost politic. Dengan demikian bisa menyelamatkan demokrasi Pancasila agar tidak terjebak dalam demokrasi transaksional

Jangan jual masa depan  wong Jonegoro  hanya karena uang  Rp 20.000 hingga Rp 50 ribu. Karena jika memilih pemimpin hanya karena uang risikonya akan mudah ditinggalkan, tidak diopeni apalagi diayomi. ”

Redaktur senior detakpos.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *