NKRI Sesuai Syariat Islam

SitubobdoDetakpos-Pondok Salafiyah Syafi’iyah Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, mengadakan acara bedah buku “Fiqh Tata Negara” yang ditulis oleh KH Afifudin Muhajir, MAg.

Pada kesempatan kali ini Dr. Nurul Ghufron, S.H,M.H didatangkan sebagai pembanding dari buku tersebut.“Kehadiran negara bukan tujuan, tetapi alat untuk mencapai tujuan”, kata Afifuddin.

Apa tujuan negara menurut Islam? Tujuan negara menurut Islam sama dengan tujuan syariat itu sendiri. Yaitu terwujudnya kemaslahatan manusia dunia dan akhirat. Itu merupakan tujuan syariat sekaligus tujuan kehadiran suatu negara.

”Sekali lagi, kehadiran negara bukanlah suatu tujuan, tetapi sarana meraih tujuan”ujar dia dalam rilis yang diterima, Sabtu (13/1).

Wakil pengasuh Pondok Pesantren Salafiah Syafi’iyah Sukorejo itu menambahkan, di dalam Al qur’an maupun hadits tidak akan ditemukan ajaran tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Kaum muslimin bebas untuk memilih bentuk negara tertentu dan memilih sistem pemerintahan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di wilayahnya.

Mantan katib Syuriah PBNU tersebut juga menyebutkan, yang ada dalam Islam adalah prinsip umum, apabila ditegakkan akan terwujudlah negara Islam. Prinsip tersebut adalah musyawarah, kesetaraan, kebebasan (yang tidak melanggar nilai-nilai Islam), dan keadilan.

“Seakan-akan selama ini dikatakan bahwa Islam sangat terlambat, atau bahkan dianggap tidak update, tidak now. Islam adalah nilai-nilai zaman old, zaman kuno” kata DR Nurul Ghufron menanggapi buku dan pemaparan KH Afifuddin.

Lanjutnya, dialektika Alqur’an dan Hadits selalu hadir bersama realitas kekinian. Bertolak belakang dari itu, ada juga kelompok yang menganggap bahwa negara Indonesia adalah negara toghut karena tidak menamai dirinya sebagai negara Islam.

Dari buku itu dicerahkan bahwa Islam ditopang tiga pondasi utama yaitu : tauhid, syariah dan akhlaq (tasawuf). Tauhid keyaqinan akan keesaan Allah adalah sesuatu yang mendasar, tidak berbeda di manapun.Syariah (hukum) adalah dialektika nash Al-quran dan Hadist dengan realitas sosial, sehingga Islam memungkinkan berkembang dan berubah sesuai konteks sosial.

Syariah Islam di Indonesia bisa berbeda dengan syariah Islam di Eropa, Amaerika bahkan di kutub. Hal yang demikian tidak perlu dipersalahkan bahwa syariah di daerah yang beberda dianggap tidak Islam.

Demi pertimbangan kemaslahatan di konteks nya masing-masing hukum Islam boleh berubah dan karenanya berbeda hal inilah yang  menunjukkan universalisme Islam.

Nurul Ghufron menyebutkan bahwa sebenarnya negara ini sudah menerapkan  prinsip-prinsip yang diajarkan Islam,  misalnya saja dengan adanya mekanisme check and balance rakyat bisa mengawasi kerja aparatur negara, bahkan antar lembaga negara pun saling mengawasi.

Negara juga menempatkan warga negaranya di posisi yang setara.vSelain itu, mekanisme pembentukan undang-undang pun dilakukan dengan bermusyawarah. Misalnya saja dalam hal pemberantasan minuman keras, DPR merumuskannya dengan mengambil materi substansi dari Al-qur’an dan Hadits, melalui mekanisme  musyawarah, tujuannya untuk kemanfaatan bagi masyarakat.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember tersebut menyebutkan sesungguhnya buku Afifuddin tersebut hadir di waktu yang  tepat, yaitu saat orang-orang sekuler meminta serta memaksa agama (Islam) dikeluarkan  dari ketatanegaraan. Di sisi lain sebagian kalangan Islam yang meminta Islam dijadikan format dari seluruh ketatanegaraan.

Lebih lanjut ia menyarankan agar ke depan buku yang dihasilkan dari kumpulan makalah KH Afifuddin untuk menjawab keresahan dalam pertanyaan yang diajukan kepadanya bisa dirumuskan menjadi sebuah buku khusus yang terstruktur, yang membahas secara khusus tentang ketatanegaraan dalam perspektif Islam juga pada bidang spesifik ketatanegaraan yang semakin komplek dan detil.(d2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *