Eksekusi Zaini Misrin, Presiden Perlu Bentuk Satgas Lagi

JakartaDetakpos-Mantan jubir Satgas TKI Humphrey G Djemat mengatakan, Presiden Djoko Widodo perlu membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang khusus menangani pekerja TKI/WNI yang divonis hukuman mati di luar negeri.

”Betul yang ditangani Satgas TKI di mana saya sbagai juru bicaranya. Sejak Satgas TKI dibentuk tidak ada satu pun WNI/TKI yang dihukum mati,”tutur Humprhey G Djemat dihubungi Senin, (19/3)

Menurut pengacara senior ini, tapi sejak pemerintahan Presiden Jokowi sudah banyak WNI/TKI yang dihukum mati di Arab Saudi.

Dia pun mengkritik pemerintah yang dinilai kurang serius.”Jadi Presiden Jokowi tidak pernah serius memperhatikan nasib TKI,”tutur dia.

Bahkan Humprhey menilai Jokowi tidak mempunya konsep yang jelas penanganan nasib TKI yang terancam hukuman mati, seperti halnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu membentuk Satgas TKI/WNI yang bekerja efektif melepaskan TKI dari ancaman hukuman mati.

Zaini dinilai terbukti bersalah membunuh majikannya, Abdullah bin Umar Muhammad Al Sindy.

Pria berusia 53 tahun itu warga Desa Kebun, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura. Selama lebih dari 30 tahun Zaini mengadu nasib di Saudi. Ia bekerja sebagai sopir.

Pada 13 Juli 2004, polisi Saudi menangkap Zaini atas tuduhan membunuh majikan. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan selama proses hukum, Zaini menyatakan dirinya dipaksa mengaku telah membunuh.

”Kita akan menangani bersama Kemenlu, memang harus berjalan bersama sama,”kata Nusron via WA di Jakarta, Senin (19/3).

Seperti diketahui dalam proses peradilan Zaini hanya didampingi penerjemah asal Saudi. Ironisnya, disebut-sebut penerjemah itu juga tak netral.

Hakim memvonis hukuman mati terhadap Zaini pada 17 November 2008. Usai vonis tersebut, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah baru mendapatkan akses untuk menjumpai Zaini pada 2009.

Zaini memberi kesaksian kepada KJRI bahwa dirinya dipaksa mengakui perbuatan pembunuhan terhadap majikan. Ia mengaku mendapat tekanan dari polisi Saudi dan penerjemah.

Pihak KJRI Jeddah kemudian mengirim surat permohonan kepada Kementerian Luar Negeri Arab Saudi untuk mengupayakan pembebasan atas hukuman mati yang dijatuhkan kepada Zaini pada Juli 2009. Pada 18 Oktober 2009, langkah ini dilanjutkan dengan pendampingan sidang banding atas vonis hukuman mati terhadap Zaini.

 

Investigasi ulang sempat dilakukan sepanjang 2011 hingga 2014 terkait kasus ini atas desakan KJRI Jeddah dan beberapa bukti yang disampaikan ke Mahmakah Banding. Namun Zaini tetap harus menjalani hukuman penjara hingga menunggu saat eksekusi.

Upaya banding dan mendorong investigasi ulang terhadap kasus ini belum membuahkan hasil. 

Permohonan pengampunan hukuman untuk Zaini juga pernah disampaikan Presiden Joko Widodo dalam lawatannya ke Saudi pada September 2015. Begitu pula saat Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz berkunjung ke Indonesia pada Maret 2017, permintaan itu kembali diajukan.

Terakhir pada November 2017, Jokowi kembali mengirim surat permohonan pembebasan atas kasus Zaini beserta TKI lain yang terancam eksekusi mati. 

Dubes RI untuk Saudi, Agus Maftuh Abegebriel mengatakan Presiden Jokowi telah melayangkan surat sebanyak dua kali kepada Raja Salman untuk meminta penundaan eksekusi dan peninjauan kembali kasus Zaini. Namun, permintaan itu tidak digubris Saudi.

Zaini tetap dieksekusi, setelah hukuman mati juga diterapkan kepada Yanti Iriyanti, Ruyati, Siti Zaenab, dan Karni. (d2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *