KPAI: Juli-September, Data Prostitusi Anak Kian Menanjak

JakartaDetakpos.com-Masalah prostitusi melibatkan anak terus bergulir dan menjadi keprihatinan. Dalam data KPAI per 31 Agustus, anak korban TPPO dan Eksploitasi berjumlah 88 kasus dengan didominasi oleh anak korban eksploitasi pekerja anak sebanyak 18 kasus dan anak korban prostitusi 13 kasus, dan selebihnya anak korban perdagangan, anak korban adopsi illegal, anak korban eksploitasi seks komersial anak dan anak (pelaku) rekruitmen ESKA dan Prostitusi.

Secara khusus, Ai Maryati Solihah, Komisioner KPAI Bidang Traffickdyding dan Eksploitasi memantau sejak bulan Juli hingga September tahun 2020 pada 9 kasus di berbagai kota/kabupaten (Ambon, Paser, Madiun, Pontianak, Bangka Selatan, Pematang Siantar, Padang, Tulang Bawang Lampung dan Batam Kepri)dengan jumlah 52 korban, serta terdapat pula belasan pelaku rekruitmen dan saksi anak di bawah umur. Padahal sejalan dengan masa pandemik anak harus sepenuhnya berada di rumah bersama orang tua dan mematuhi protokol kesehatan, anak terpenuhi hak Pendidikan dan pengasuhannya.

Temuan KPAI dalam pemantauan tersebut adalah :
jumlah korban prostitusi yang melibatkan anak rata-rata lebih dari satu orang pada setiap kasusnya, dengan trend anak perempuan usia paling rendah 12 tahun sampai dengan 18 tahun

Pada hampir semua peristiwa melibatkan mucikari/penghubung dengan ragam subjek pelaku, misalnya bertindak sebagai Bos dan jaringannya yang menjalankan peran masing-masing, sehingga menjadi sebuah sindikat.

Selain itu pola “teman menjual teman” dalam lingkungan sebaya juga sangat menonjol dan trend saat ini mucikari merangkap sebagai pacar, hingga terlibat hidup bersama (kumpul kebo) agar mudah memperdaya korban .

Serta mucikari yang mencabuli terlebih dahulu para korban sebelum dijual, sehingga anak terus dimanfaatkan dan mendapatkan kekerasan.
Dengan demikian “mucikari” menjadi mata rantai perdagangan manusia yang mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan megeksploitasi anak secara seksual dalam prostitusi.

Dari 9 kasus di atas mayoritas merupakan kasus prostitusi online yang memanfaatkan kemudahan transaksi elektronik dalam menjalankan aksinya. Mereka menggunakan beragam media social seperti Face Book, Mechat, Wechat dan whatsup yang kemudian dihubungkan kepada pelanggan.

Latar belakang anak masuk dan terlibat dalam prostitusi beragam, namun didominasi oleh pemanfaatan anak dalam situasi rentan, misalnya mereka yang membutuhkan pekerjaan, direkrut kemudian ditampung untuk dipekerjakan, padahal dilibatkan prostitusi. Kemudian pola dipacari dahulu sehingga mengikuti perintah pacar untuk melayani laki-laki hidung belang

Korban saat ini sudah berada dalam perlindungan layanan Pemerintah Daerah setempat, baik P2TP2A, serta Panti Sosial yang menangani perempuan dan anak untuk dilakukan pemulihan dan penanganan serta memastikan pemenuhan hak-hak anak, terutama kesehatan fisik dan psikologis.

Saat ini proses hukum anak sedang berjalan dan hampir seluruhnya menggunakan UU NO 35/20014 tentang Perlindungan Anak pasal 76D dan pasal 81 yang pidanannya minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun plus denda. Namun demikian KPAI melihat kejahatan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam kasus-kasus ini sangat kental, sehingga KPAI menghimbau pada Aparat baik Kepolisian dan Kejaksaan untuk senantiasa mencermati adanya cara proses dan tujuan anak diekploitasi secara seksual yang ditunjukkan oleh UU No 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang menjadi bagian penting penegakkan hukum serta pemenuhan Hak Restitusi.(ist)

Editor: A Adib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *