Covid-19 dan Histeria Massa

Oleh : A Adib Hambali (*

KEPANIKAN yang diciptakan oleh Virus Corona jauh lebih besar. Sampai sampai panggilan adzan pun disesuaikan. Dikabarkan medsos, muadzin di Kuwait dianjurkan saat adzan mengimbau: Sholatlah di rumahmu! Jangan dulu berkumpul di mesjid.

Di Tanah Air, dari Presiden hingga kepala daerah pun mengeluarkan kebijakan meliburkan kegiatan siswa di sekolah, diimbau warga beribadah di rumah masing masing untuk menghindari penularan virus Corona.

Padahal dari sisi fatality rate (prosentase kematian), virus corona memang masih kalah jauh. Prosentase kematian penderita virus corona dibandingkan penderitanya hanya 1-2 persen.

Sementara fatality rate Flu Burung dan Ebola sekitar 50-60 persen. Mers sekitar 35 persen. Flu Spanish sekitar 10 persen.

Kepanikan itu ikut pula menjatuhkan harga saham. Diberitakan 10 orang terkaya di era panik virus corona kehilangan uang sekitar Rp 1.179  trilyun.

***
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebutkan, inilah pandemik pertama di era maraknya media sosial. Hingga awal Maret 2020, total info soal virus corona sebanyak 1.1 milyar kali. Sementara penyakit yang fatality rate-nya lebih tinggi: berita HIV hanya 40 juta kali. Berita Mers hanya 23 juta kali. Berita SARS hanya 56 juta kali.

Melalui media sosial banyak info soal virus corona yang diragukan akurasinya. Tapi apa daya, kecepatan penyebaran berita melalui media sosial jauh melampaui media konvensional yang akurasinya lebih terjaga.

Banyak berita asal heboh dan asal sensasional melalui media sosia ikut menciptakan histeria massa itu.

Tidak berlebihan jika Wakil Ketua Umum Partai Golkar Azis Syamsuddin menyatakan  Indonesia membutuhkan tim politik kesehatan yang kuat untuk menghadapi ancaman virus Corona  agar dapat menyiapkan contigency plan berbagai kemungkinan akibat virus Corana, yang sudah berdampak besar di dalam negeri.

Dulu saat marak flu burung, Siti Fadilah menghadapi secara politik bukan sekadar tehnis kesehatan. Operasi flu burung yang mematikan itu gagal akhirnya pindah ke Meksiko lewat Flu babi.(Warta ekonomi, 14/2/2020),

Hanya politik kesehatan Siti Fadilah yang pernah menghadapi operasi flu burung yang mematikan ratusan rakyat Indonesia.

Sebelumnya, beberapa negara termasuk WHO menuduh Indonesia tidak mampu mendeteksi virus Corona, karena belum mengumumkan ada kasus pasien virus Corona di Indonesia.

Menteri Kesehatan 2004-2009
yang membela dan membantah. Tuduhan ini tidak benar karena tidak ada dasarnya. Selasa (11/2/2020).

Dia  yakin Indonesia mampu mendeteksi virus Corona. Karena memiliki banyak ahli yang mampu. Jadi tidak perlu takut. Kalau dinyatakan belum ada yang karena memang belum ada temuan kasus virus Corona di  Indonesia.

Tapi Denny JA meyakini kecerdasan manusia segera menumpas virus corona sebelum ia mencapai puncak penyebarannya.

***
Kemungkinan,  inilah bukti prediksi Denny JA.  China secara resmi mengumumkan, beberapa waktu lalu, ihwal  keberhasilan serum Palestina yang diberikan kepada Dr. Manar Saadi Al-Shenawi.

Melalui Kementerian Kesehatan China temuan ini di dedikasikan sebagai serum untuk mengobati virus Corona, yang telah terbukti 100% efektif pada lebih dari 7 kasus yang telah disembuhkan.

Asiamuslim.com melansir,
Pemerintah China mengakui bahwa para ilmuwan medis Palestina telah membuktikan kepada seluruh dunia bahwa mereka adalah pembuat kehidupan.

Dan hak untuk menciptakan serum Palestina telah menjadi 100% hak paten yang  di ekspor ke semua negara di dunia, dan otoritas harga itu sesuai dengan harga yang ditentukan oleh Kementerian Kesehatan Palestina, yang tentu akan menjadi booming ekonomi dalam sejarah kedokteran Palestina.Aamiin.

Penulis: Redaktur senior Detakpos

,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *