Jakarta – Detakpos- Berdasarkan fakta persidangan yang ada, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempunyai dasar hukum yang kuat untuk mengkaitkan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) tahun 2005 di Kemenkes dengan mantan ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Amien Rais.
Demikian ditegaskan praktisi hukum Humphrey Djemat dalam rilis yang diterima, Rabu(7/6).”Apakah Amien Rais terkait kasus Alkes tersebut? Jawabannya, sangat jelas, tidak,” tegasnya.
Humphrey kemudian menguraikan fakta persidangan yang dijalani oleh terpidana kasus tersebut, yaitu mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Dalam tuntutannya di persidangan tanggal 31 Mei 2017, penuntut umum mencoba menggambarkan bahwa ada keterkaitan antara Partai Amanat Nasional (PAN) dan petinggi PAN dalam kasus ini. Dalam hal ini, aliran dana dari hasil korupsi pengadaan Alkes ke Soetrisno Bachir dan Amien Rais.
“Dalil keterlibatan PAN ini adalah suatu dalil yang mengada-ada. Nama PAN hanya muncul dalam keterangan satu saksi saja, yaitu Mulya A Hasjmy selaku Kepala PPMK,” tegasnya.
Di muka persidangan Mulya mengaku didatangi oleh empat orang, yaitu Nuki Syahrun, Ary Gunawan, Asrul Sani, dan satu orang yang dia lupa namanya. Keempat orang ini kemudian menyampaikan kepada saksi bahwa mereka ingin melaksanakan proyek pengadaan ini, dan meminta agar proyek itu dilaksanakan oleh Indofarma karena akan ditangani mereka berempat. “Di mana sebelum berbicara dengan saksi, mereka telah menemui terdakwa dan Nuki mengatakan sebagai keluarga dari petinggi Partai Amanat Nasional (Soetrisno Bachir),” jabarnya.
Mulya kemudian melaporkan pertemuan itu ke Siti Fadilah. Siti Fadilah kemudian mengatakan bahwa Nuki adalah adik petinggi PAN. Untuk itu, permintaan Nuki harus dilaksanakan.Jadi dasar Penuntut Umum menyatakan bahwa ada keterkaitan PAN dalam kasus ini hanya didasarkan pada keterangan satu saksi saja, yaitu Mulya. Adapun keterangan saksi itu ternyata bertentangan dengan keterangan saksi-saksi lain, termasuk keterangan terdakwa di muka persidangan.
” Untuk itu dalil atau pernyataan Penuntut Umum ini adalah tidak benar harus dikesampingkan demi hukum,” tegasnya. Penuntut Umum kemudian mencoba mengkaitkan keterangan Mulya dengan keterangan saksi lain, Syafii Ahmad. Syafii menyatakan bahwa Mulya pernah menghadap dirinya dan menyampaikan bahwa Mulya telah diperintahkan Siti Fadilah untuk menunjuk Indofarma sebagai pelaksana pengadaan.
“Hal tersebut sangat juga tidak berdasar, karena keterangan tersebut dikenal dalam dunia hukum sebagai testimonium de auditu dan tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan saksi,” tegas Humphrey.
Demikian juga dalil Penuntut Umum dalam tuntutannya yang menyebut bahwa ada aliran dana dari pengadaan Alkes ini masuk ke rekenening Soetrisno Bachir dan Amien Rais merupakan dalil yang tidak benar dan harus dikesampingkan demi hukum. “Dimana dimuka persidangan telah terbukti dalam pelaksanaan Pengadaan Alkes ini, Departemen Kesehatan telah membayarkan kepada PT Indofarma, Tbk, kemudian dana tersebut juga mengalir ke PT Mitra Medidua dan PT Bhineka Usada Raya,” jabarnya lagi,
Dijelaskan Humphrey, sesuai perhitungan nilai kerugian negara yang dilakukan oleh BPK, total kerugian negara sebesar Rp 6.148.638.000 merupakan pengurangan dari jumlah yang dibayarkan Departemen Kesehatan sebesar Rp 15.548.280.000 dikurangi harga riil Peralatan Kesehatan atau Harga Jual PT BUR kepada PT MM sebesar Rp. 7.774.140.000. Dalam perhitungan tersebut tidak disebutkan dana yang diterima oleh PT Mitra Medidua kemudian dialirkan Soetrisno Bachir dan Amien Rais. “Karena memang kedua orang tersebut tidak ada keterkaitannya sama sekali dengan Pengadaan Alkes dalam kasus ini,” jelasnya lagi.
Penuntut Umum memaksakan dalilnya dengan merujuk pada aliran dana dari pengadaan Alkes dalam kasus ini kepada Soetrisno Bachir dan Amien Rais, dengan menyatakan bahwa aliran dana dari PT Mitra Medidua ke rekening Soetrisno Bachir Foundation, yang kemudian dari rekening itu mengalir dana ke rekening Soetrisno Bachir adalah berasal dari pengadaan Alkes dalam kasus ini.”Dalil tersebut tidak sesuai dengan fakta yang terungkap di muka persidangan bahwa dana dari PT Mitra Medidua ke rekening Soetrisno Bachir Foundation adalah terkait transaksi pinjam meminjam antara pemilik PT Mitra Medidua, Andri Krinamurti dan suami Nuki, Riza Ganti Syahrun.
Jadi dana dari rekening Soetrisno Bachir Foundation mengalir ke Soetrisno Bachir adalah hal yang biasa karena Soetrisno Bachir adalah pemilik dari Soetrisno Bachir Foundation yang sering memasukkan dan menarik dana dari dan ke rekening tersebut dan sama sekali tidak terkait pengadaan Alkes dalam kasus ini. Termasuk, dana yang mengalir dari rekening Soetrisno Bachir Foundation ke Amin Rais adalah hal yang biasa dan bukan suatu kejahatan.
“Karena dana tersebut merupakan bantuan operasional dari pribadi ke pribadi yang tidak melanggar hukum dan sama sekali tidak terkait pengadaan alkes dalam kasus ini,” tegasnya.
“Berdasarkan penjelasan di atas, tidak ada keterkaitan PAN dan petinggi PAN dalam Kasus Siti Fadilah Supari dan apa yang disampaikan Penuntut Umum terkait hal tersebut dalam Tuntutannya adalah tidak berdasar dan harus dikesampingkan,” sambung Humphrey
Humphrey menilai bahwa KPK terlalu dini mengaitkan dugaan keterlibatan Amien Rais dalam kasus tersebut karena fakta persidangan sangat tidak mendukung. Satu saksi saja tidak dapat dijadikan dasar untuk memasukkannya dalam tuntutan.
“Patut dipertanyakan, alasan KPK sebagaimana yang diutarakan jurubicaranya, Febri Diansyah, yang mengatakan tuntutan jaksa menguraikan konstruksi besar dari peristiwanya. Ini cara berpikir LSM. Ini tidak bisa dibenarkan dalam tuntutan karena tuntutan harus semata-mata berdasarkan fakta persidangan,” jelasnya.
“Sekali lagi hanya berdasarkan fakta persidangan. Kalau di luar fakta persidangan bisa terjadi kekacauan dalam konstruksi hukum tuntutannya,” tutup Humphrey. (d2/detakpos)