Merawat Potensi Alam Daerah: Prasasti Biluluk Pastikan Lamongan Penghasil Garam (3)


 
Penemuan empat set prasasti
di tempat yang sama, dari masa yang sejaman dan memuat informasi yang relatif sama, adalah suatu fenomena yang perlu untuk dicermati latarnya.

Prasasti Biluluk dikeluarkan antara tahun 1288-1317 Saka (1366-1397 Masehi), yakni pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 Masehi) dan Wikramawarddhana (1389-1429 Masehi).

Keseluruhannya diketemukan di Kecamatan Bluluk Kabupaten Lamongan.

Kini ‘Bluluk’ menjadi nama satu diantara tujuh dusun di Desa Bluluk, nama desa diantara sembilan desa di Kecamatan Bluluk (54,68 km² atau 5.467,71 Ha), dan sekaligus nama salah satu diantara 27 kecamatan di Kabupaten Lamongan – tepatnya terletak di sub-area selatan Lamongan.

Wilayah ini diapit oleh aliran dua bangawan, yaitu Bangawan Brantas dan Bangawan Solo, yang berada lembah sisi utara Pegunungan Kapur (Kendeng) Tengah.

Lokasinya relatif di pedalaman, berjarak orbitasi 45 Km dari ibu kota Kabupaten Lamongan. Berada pada ketinggian ± 63 m DPL, terletak di titik Koordinat 6°51’6? LS dan 112°33’12? BT.

Kacamatan Bluluk berbatasan dengan Kecamatan Modo (Kabupaten Lamongan) di sebelah utaranya, Kecamatan Ngimbang (Kabupaten Lamongan) di sebelah timur, Kecamatan Sukorame (Kabupaten Lamongan) di sebelah selatan dan dengan Kecamatan Kedungadem (Kabupaten Bojonegoro) di sebelah barat.

Kendati berada di daerah kapur, namun bentang tanah di Kecamatan Bluluk yang berunsur Aluvial, Gromosol dan Mediteron memungkinkan untuk dibududayakan sebagai lahan pertanian, dimana terdapat sawah seluas 2374,00 Ha dan tegalan seluas 823,00 Ha.

Areal sekitar pesawahan, telagalan dan pekarangan (319,19 Ha) merupakan hutan negara seluas 1898,00 Ha. Kemungkinan untuk budidaya tanaman pangan tersebut ditopang oleh adanya sumber-sumber atr dan singai kecil, meskipun air tanah berada di kedalaman 0-20 dibawah muka tanah.

Pemukaan tanah (toografi)nya tidak rata. Tanah datar berada bagian selatan seluas 40 % , dan tanah miring di bagian utara seluas 60 %. Sebagainama umum di Indonesia, Kecamatan Bluluk juga beriklim tropis. Musim kemarau lazimnya jatuh di bulan April sampai Nopember dan musim hujan pada bulan Desember sampai Maret dengan suhu 32 °C.

Mengingat bahwa ‘Bluluk’ menjadi nama, mulai dari nama dusun, desa hingga kecamatan, tentulah merupakan nama tua (archaic name). Dengan kata lain, awal perkembangan wilayahnya bermula dari Dusun Bluluk itu. Ada 7 (tujuh) dusun yang berada di Desa Blukuk, yaitu (1) Bluluk, (2) Duwel, (3) Mangkuli, (4) Suren, (5) Polaman, (6) Kauman, (7) Manjar Anyar.

Pemilihan untuk  bermukim awal di Dusun Bluluk antara lain mempertimbangkan tanahnya yang rata (flat), terdapat cukup air dan relatif subur. Dari Dusun Bluluk, kemudian terjadi pemekaran wilayah permukiman menjadi sejumlah dusun pada penjuru mata aingin, Nama kuno untuknya berdasarkan sumber data prasasti tentulah ‘Biluluk’ – terjadi pelesapan vokal ‘i’, yakni dari ‘Biluluk’ menjadi ‘Bluluk’.

Ada kemungkinan, pada masa lalu wilayah Biluluk meliputi sembilan desa, yang kini berada di dalam wilayah Kecamatan Bluluk.

2.2.  Perihal Garam dan Pokok Informasi Lain Prasasti Biluluk

Informasi mengenai garam hanya didapati di dalam Prasasti Biluluk I, yakni satu diantara empat set Prasasti Biluluk yang ditemukan di Desa Beluluk (Biluluk, kini menjadi ‘Desa Bluluk’).

 


(M. Dwi Cahyono A. adalah Arkeolog dan Sejarawan Universitas Negeri Malang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *